Sabtu, 19 November 2011

Menjadi Penulis Skenario

 
>

Penulis skenario tidak hanya dibutuhkan di dunia perfilman saja, tapi industri televisi. Sinetron, program komedi dan juga program lainnya di televisi membutuhkan penulis skenario. Tak harus lewat pendidikan formal, banyak penulis skenario belajar secara otodidak.

Menuangkan sebuah cerita untuk divisualisasi di layar lebar atau televisi merupakan pekerjaan seorang penulis skenario. Dalam industri film dan televisi, profesi ini kerap disebut scriptwritter.

Namun, banyak juga yang menyebut penulis skenario sebagai seorang seniman. "Ini karena kebanyakan penulis skenario adalah seorang pengarang," terang Aditya Gumay, seorang penulis skenario dan juga pemilik Production House (PH) Smaradhana Production.

Menurut Aditya, syarat untuk menjadi penulis skenario harus piawai menulis cerita serta paham proses sinematografi. Jangan khawatir, ilmu sinematografi ini bisa diperoleh lewat jalur pendidikan sinematografi atau belajar secara otodidak. Aditya menjadi salah satu orang yang belajar proses sinematografi dengan cara otodidak.

Menjadi seorang penulis skenario juga harus memiliki wawasan yang luas, punya ide kreatif serta daya imajinasi yang luar biasa. Maklum saja, imajinasi merupakan bahan baku untuk menulis cerita dalam genre apa pun, apakah itu horor, komedi, drama, atau lainnya.

Berbeda dengan era tahun 80-an dulu, menurut Aditya, penulis skenario kini i punya banyak cara untuk mengaktualisasikan karyanya, bisa lewat layar lebar, televisi, radio hingga panggung teater.

Menurutnya, pertumbuhan bisnis hiburan yang pesat, khususnya film dan televisi membuka peluang lebar bagi kemunculan penulis-penulis skenario baru. Apalagi, "Industri ini selalu butuh penulis skenario yang kreatif," kata Aditya yang pernah menulis skenario komedi Lenong Bocah.

Penulis skenario lain, Jujur Prananto menambahkan, menulis skenario tidak harus mencari ide cerita sendiri. Sumber cerita bisa diperoleh dari hasil adaptasi novel, cerita rakyat, bahkan hikayat. "Yang penting bisa memformulasikan cerita hasil adaptasi itu ke dalam skenario," kata Jujur.

Namun, kata Jujur, hal terpenting menjadi penulis skenario adalah punya jaringan ke industri perfilman dan pertelevisian, seperti produser atau pemilik program. Sebab merekalah yang akan menjadikan naskah penulis skenario menjadikan cerita bergambar. "Mereka pula yang akan menyeleksi cerita penulis skenario," ungkap Jujur.

Berdasarkan pengalaman Jujur, penulis skenario bisa mengawali karier menjadi asisten penulis skenario terlebih dahulu. Setelah punya jam terbang, biasanya banyak produsen yang akan mempercayakan asisten ini untuk menulis cerita.

Menurut Jujur, profesi penulis skenario kini bisa menjadi sandaran hidup dengan pendapatan mulai dari jutaan hingga ratusan juta. Jujur memberi contoh, penulis skenario sinetron di televisi bisa mendapatkan Rp 2 juta- Rp 5 juta untuk satu episode yang tayang di televisi. Jika sinetron itu tayang selama satu bulan penuh, penulis skenarionya bisa mengantongi pendapatan Rp 60 juta sampai Rp 150 juta per bulan.

Bahkan, bila penulis skenario sudah dipercaya menggarap cerita untuk film layar lebar, fulus yang didapat bisa lebih besar lagi. Lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu menyebutkan angka Rp 20 juta sampai Rp 100 juta lebih untuk satu film. Namun, untuk bisa sampai mendapatkan pendapatan sebesar itu tak mudah. Butuh bukti dan kerja keras. "Produser pasti cari penulis berbakat," kata penulis skenario film Petualangan Sherina dan Ada Apa Dengan Cinta itu.

source : Kontan

Tidak ada komentar:
Write comments